"Our life is consist of 5 people, Dont you remember it?"

by - November 07, 2014

Assalamu’alaikum
Bagaimana kabar kalian?
Well, let me introduce myself. My name is Arief, im from Banten. Bagi beberapa orang yang sudah kenal dengan saya, mungkin saya tidak perlu memperkenalkan diri lebih jauh lagi.
But ya, still i’d like to introduce myself. Jadi, saya lahir di Serang, Banten. Semenjak saya kecil, Ibu sedang melanjutkan S2 nya dan Bapa sedang sibuk sibuk nya bekerja. Dari sinilah, secara tidak langsung, semenjak saya TK saya telah didik mandiri. Pernah suatu ketika saya sakit, dan masih belum paham dengan HP dan semacamnya, saya harus ke puskesmas sendiri pada saat masih TK. Hingga kini, penjaga puskesmas tersebut masih ingat dengan saya. Alhamdulillah.
Dengan background saat saya kecil seperti itu, maka Alhamdulillah, bagi sebagian orang katanya sih saya mandiri tetapi bukan berarti saya tidak pernah manja, karna bagaimanapun, saya tetaplah anak kecil saat itu.
Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, dengan background seperti itu saya dituntut menjadi orang yang mandiri. Begitu juga dengan kakak saya tentunya, perbedaan nya adalah, saat itu Ibu belum melanjutkan S2 nya, sehingga dapat membagi waktu antara pekerjaan dengan kakak. Sedangkan saat saya lahir, Ibu sudah melanjutkan S2 dan harus membagi waktu untuk saya dan pekerjaan nya, but still never mind, saya tidak protes akan hal itu.
Saya melanjutkan studi di SMA, sebutlah kata orang merupakan SMA favorit di kota saya (to be noted: favorit di kota bukan berarti paling bagus tanpa ada cacat didalamnya). Yang saya ingat adalah, saya dari TK hingga awal SMA, saya benar benar menjalani hidup as it flows, tanpa perencanaan. Saat saya masuk SMA favorit itu pun atas rekomendasi kakak saya. Oh ya, kakak saya Alhamdulillah diterima pada suatu sekolah ikatan dinas yang namanya tentu bukan untuk disebut. My life changed. Tentu sebagai orang tua, Mereka bangga atas pencapaian ini, namun dari sini semua nya berubah, my life is never be like let it flows. My life is totally organized by Them. Dari bagaimana saya sekolah, belajar, ekstrakulikuler, bahkan hingga bagaimana saya menata kehidupan pribadi saya. Its okay, itu menuju lebih baik toh? Kenapa harus protes? Well, mungkin saat itu sebagai seseorang yang awalnya tidak peduli akan masa depan nya tentu akan kaget dengan perubahan yang drastis itu. Alhamdulillah i have been through all of these.
Hal yang paling menyebalkan setelah itu adalah, saya dan kehidupan saya selalu dibanding bandingkan dengan kakak saya. Layaknya,

“kamu kok jadi orang ga tegas gitu? Kaya kakak kamu dong”
“kamu kok pemalas? Kakak kamu pasti malu punya adik seperti mu”

Hal itu terjelaskan dengan kurang lebih video sebagai berikut




Ya semacam itu lah, kata kata itu masuk saat saya sedang mengalami masa, boleh dibilang pubertas, hingga membuat saya berpikir, saya membenci kakak saya. Meskipun apa yang mereka bilang terhadap hubungan saya dengan kakak, still he is my brother. Dia tetap menjadi kakak yang baik, namun saya kehilangan dia yang dulu dengan segala kekurangan nya, hingga kini ia telah memperbaiki itu. Tapi tetap, ia mencontohkan dan menunjukan kepada saya, yang masih belum membuka pikiran saya, bahwa inilah hidup. Hidup kamu hanya terdiri dari 5 orang, Bapa, Ibu, aa, kamu, dan ade. Sebagaimanapun kamu loyal terhadap orang diluar sana, mereka tetaplah manusia, yang hanya akan peduli jika itu menguntungkan bagi mereka.
Hidup saya terus berlanjut, dengan saya mengikuti ekstrakulikuler yang sama dengan kakak saya, tentu makin banyak tuntutan yang ada pada diri saya. Beban membawa nama kakak, tentu bukan lah sesuatu hal yang mudah.
Banyak kata cacian yang masuk ke telinga ini, dan tuntutan tuntutan yang tidak umum diberikan kepada anak anak seusia nya dulu. Saya bertanya pada diri saya sendiri, apa salah saya sehingga saya harus diseperti ini kan. Dari yang dulu kakak itu bagaikan sahabat dan teman, namum ketika memasuki ranah sekolah dan ekstrakulikuler Ia bagaikan tembok tinggi yang entah saya dapat lalui atau tidak.
Tuntutan tuntutan itu membangun saya untuk belajar lebih dalam mengenai arti Ikhlas dan Sabar. Saya Ikhlas untuk diperbaiki, saya Ikhlas untuk berubah menuju lebih baik lagi, saya Ikhlas mengorbankan waktu tidur saya, saya ikhlas dan harus terus seperti itu dengan diikuti sabar yang kuat.
Kelas 3 SMA, dimana masa masa galau itu tiba. Meskipun kegiatan ekstrakulikuler itu telah usai dan tidak membebani berlebihan, kini saya dihadapkan permasalahan akan lanjut dimana setelah sekolah ini. Dengan tuntututan tuntutan itu, saya terus menerus diarahkan menuju jalan yang sama dengan apa yang dicapai kakak saya hingga kini.

Memang saya adalah manusia yang  manja, namun saya rela untuk jadi mandiri
Memang saya adalah manusia yang mudah sakit, namun saya rela untuk jadi kuat
Memang saya adalah manusia yang lemah, namun saya rela untuk teguh
Memang saya adalah manusia yang selalu bertumpu pada orang lain, namun saya siap untuk berdiri sendiri

Namun apakah, hidup saya ini, is just a copy of his life? Apakah saya hanyalah bagaikan boneka yang terus menerus mencoba memenuhi keinginan dan kepuasan orang lain? Is it really fair? Hingga pada akhir penentuan hidup ku pun, mereka menuntut saya untuk menjalani hidup seperti itu. Apakah saya benar benar tidak memiliki pilihan lain? Apakah dalam hidup saya, saya tidak diberikan kesempatan bahkan sedikitpun untuk menentukan jalan hidup saya?
Disini, saya mempersiapkan diri sesuai dengan apa yang dulu kakak persiapkan, disatu sisi, saya bahkan masih bingung harus kemana setelah SMA. Latihan latihan itupun dijalani meskipun dengan setengah hati. Setelah saya melalui itu semua, saya lari. Ya, untuk pertama kali nya setelah dari masuk SMA, saya lari dari segala macam tuntutan itu. Saya lari bagaikan pecundang, setidaknya saya lari, untuk merenungkan diri atas apa yang telah saya lakukan selama ini.
Saya merenung, apakah memang benar saya tidak memiliki tujuan hidup? Apakah memang saya tidak memiliki cita cita yang ingin saya gapai? Apakah yang selama ini saya lalui membangun saya atau malah menjatuhkan saya?
Setelah semua hal itu dilalui, akhirnya saya mengambil keputusan, inilah keputusan pertama dan terbesar dalam hidup saya. Saya ingin kuliah, saya ingin keluar negeri, tidak peduli atas apa yang akan mereka katakan kepada saya, tidak peduli perbandingan apalagi yang akan mereka perbuat pada diri ini. This is my life. And this part of my life, is called choosing path.
Meskipun demikian, tentu orang tua kaget dengan keadaan saya mengambil keputusan secara tiba tiba, karna tentunya, apa yang telah dipersiapkan pada diri saya bukanlah dalam durasi singkat. Semua itu telah dipersiapkan jauh jauh hari untuk hari itu kelak. Namun Alhamdulillah mereka mengerti atas apa yang saya maksudkan.
Times has comes, ternyata ga mudah juga menjalani hidup ini ketika kita harus bertanggung jawab akan pilihan itu. Dimana saya berarti harus juga bertanggung jawab atas minimal diri saya sendiri ketika kuliah ini. Dari bangun pagi, shalat, tilawah, bahkan hingga pola makan pun saya sudah harus mengatur nya sendiri. Memang bukan lah sesuatu hal yang istimewa mengingat apa yang telah orang lain tekan terhadap saya dulu, namun, akan ada pada suatu kisah dimana kita rindu ketika pulang sekolah makanan sudah siap kan?
Kuliah masuk, banyak orang terkagetkan ketika ternyata saya kuliah, banyak caci maki juga masuk

Kakaknya udah bagus bagus seperti ini itu, eh adik nya malah gini

Dan semacam itu, tentu seperti biasa, kita harus bersabar bukan? Karna saya pernah membaca quotes intinya seperti ini,

Trying to pleasure everyone means trying to fall down

Namun tentu sebagai manusia yang pertama kali mengambil keputusan (ditambah keputusan besar) ini bukan merupakan hal yang mudah. Mungkin ini bukan lah merupakan suatu alasan. Namun ketika saya dalam tangisan itu, saya mengutarakan apa yang saya pikirkan ke kakak saya, mengenai apakah saya harus berhenti kuliah dan melanjutkan jalan yang seperti ia tempuh.

Apa harus a, arief mengambil jalan yang sama dengan aa?
Kenapa harus seperti itu? Gausah pedulikan mereka, seperti yang aa udah bilang sebelumnya, hidup kita akhir akhirnya hanya terdiri dari 5 orang. Bapa, Ibu, aa, kamu, dan ade. Setiap orang dalam keluarga kita, mempunyai peran nya masing masing. Jangan coba ingkari peran itu, karna tiap orang punya rezeki nya masing masing di jalan yang ia tempuh. Karna pada akhirnya, kita akan berada pada puncak kejayaan, dimana masing masing dari kita bangga akan capaian dan cita cita yang telah kita raih.

Ini benar benar, menenangkan hati. And here I am, dengan pilihan yang telah saya ambil saya harus bertanggung jawab. Harus belajar bagaimana belajar softskill dari organisasi, dan harus juga mengimbangi dengan capaian akademik yang baik, dan tentu cita cita itu akan terus saya pajang. Ya, ia akan terus berada disana, bersama mimpi mimpi lain nya yang akan siap saya taklukan
Salam hangat dari adik mu yang selalu merepotkan mu, terima kasih telah menjadi kakak yang baik dan menjadi panutan bagi adik adik nya,

07 Oktober 2014,



Arief Rahman Hakim.

You May Also Like

4 comments

  1. Rupanya kau sudah semakin dewasa nak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih mas telah membimbing saya, semoga dikemudian hari kita ketemu lagi ya dalam forum situasi yang berbeda :)

      Delete
  2. Hello, Arief. I'm usually a silent reader, but here I want to share a little part of my life.

    Saya nggak pernah merasakan bagaimana rasanya dibanding-bandingkan. I'm the second of three children in my family. So, my life also consists of 5 people : bapa, mamah, aa, saya dan adik. Cuma, situasi nya berbeda, anak kedua dan ketiga di keluarga ini yg selalu dibanding-bandingkan. Posisi saya (kalau menurut artikelmu ini) adalah si kakak yg dianggap adiknya sebagai tembok tinggi yg harus dilalui.

    Dari sudut pandang kamu sebagai sang adik, saya sekarang tau rasanya dibanding-bandingkan dengan kakak. I'm a little sad when I read "...hingga membuat saya berpikir, saya membenci kakak saya."
    Teringat adik di rumah, saya jadi berpikir, apa adik saya pun pernah merasa begitu? Semoga tidak.

    Thank you for your story, I think from now on, I will try to be a better sister for my little sister.

    PS : A good writer always respond to his reader's comment, right? :) *ADN

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Anonymous,
      Sorry, i just received the notif a min ago.

      well, memang terkadang sang kakak tidak sadar dibandingkan atau tidak.
      karena secara naluri memang seorang manusia hanya akan peduli dengan apa apa yang akan menghalanginya, setidaknya seperti itu secara sadar ataupun tidak. namun seperti yang kita tau, aga berlawanan dengan ikatan kekeluargaan yang dibangun di rumah. Namun tetap, secara naluri manusia memang seperti itu.

      Entah apakah adik saya mengalami hal yang sama dengan apa yang saya lalui, saya juga tidak tau, apakah jangan jangan disini saya menceritakan tentang betapa pengaruhnya kehadiran kakak saya hingga membuat saya menjadi open minded, ternyata adik saya pun merasakan hal yang sama seperti yang saya alami?

      Alhamdulillah apa yang telah saya lalui, tidak membuat saya jauh dari Islam. saya bersyukur, dan masih hingga sekarang bahwa saya masih memegang teguh apa yang menjadi pegangan dan dasar dalam berpikir.

      Teman terdekat saya yang tau mengenai hal seperti ini mengatakan bahwa

      "Memang itu apa adanya, apa lo mau jadi pengecut yang lari dan terus seperti itu? mending nyatakan sikap langkah apa yang mau lo ambil. lantas, jangan jadikan alkohol ataupun rokok (dulu sempat terpikir, namun Alhamdulillah menyentuhpun tidak) jadi tempatmu berpaling. berpaling kepada yang seharusnya. hidupkan kembali shalat malammu (ini yang telah hampir absen hampir 5bulan lebih di kelas 3)"

      saya bersyukur dengan keadaan sekarang dan tidak pernah menyesalinya meskipun harus siap dijadikan objek bandingan dengan kakak seumur hidup. karena saya percaya, setiap orang punya perannya masing masing dan jangan pernah ingkari peran itu.

      Delete