Desa Komodo: Romantisme Perjuangan Hidup

by - August 21, 2016

Sebuah Perjalanan

Terletak di Pulau Komodo, Desa Komodo memiliki jarak tempuh kira-kira 4 jam menggunakan ojek (perahu tradisional) dari Pulau Flores. Desa Komodo, yang terdiri atas 2 kampung yakni kampung baru dan kampung lama dengan jarak diantaranya mencapai kurang lebih 2 km, merupakan salah satu kawasan yang terletak di Pulau Komodo ini merupakan salah satu diantara beberapa pulau lainnya yang berada pada kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Terisolasi secara geografis, membuat hidup di desa yang termasuk kawasan The New 7 Wonders ini tak mudah. Beberapa regulasi yang dibuat dari pihak Taman Nasional Komodo lambat laun mulai tak sejalan dengan arah pertumbuhan masyarakat. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi tim KKN.

Setelah perjalanan yang cukup panjang menggunakan ojek dengan terpaan ombak yang cukup untuk mengguncang kuat perahu, tibalah kami di Desa Komodo. Haus lapar karena berpuasa, dan letih sirna begitu saja melihat sekumpulan anak-anak dan warga di dermaga Desa Komodo bernyanyi menyambut kami!

UGM UGM WOOO, UGM UGM WOOO!
KALIAN BILANG KAMI INI KESURUPAN, DEMI UGM APA PUN KULAKUKAN

 Sebuah sambutan, layaknya keluarga yang menyambut anaknya setelah tak pulang sekian lama :)

*** 

Desa Komodo dan “Keunikannya”

Kesan pertama yang muncul dari kehadiran kami adalah, Dimana Komodo? Seperti apa bentuknya? Kapan ia akan muncul? Apakah ia akan menyerang mendadak? Sebuah stigma yang terbangun ketika mencari dengan keyword Komodo the Dragon di mesin pencari internet. Pada faktanya, kedatangan kami bertepatan dengan musim kawin Komodo sehingga sangat sulit untuk menemukan Komodo secara langsung di desa selain di Loh Liang.

Mengenai kondisi ekonomi masyarakat Komodo, dahulunya masyarakat seluruhnya tinggal di daerah pegunungan dan bekerja dibidang cocok tanam di daerah Gunung Ara. Lambat laun masyarakat pindah dan tinggal di daerah pesisir pantai hingga profesinya berubah menjadi nelayan. Perubahan semakin terlihat dan aspek pariwisata di salah satu situs Taman Nasional Komodo di Loh Liang semakin berkembang pesat.

Perkembangan yang pesat di bidang pariwisata menuntut timbulnya regulasi-regulasi kawasan konservasi yang mulai membatasi ruang lingkup kerja para nelayan. Pendapatan nelayan pun menurun drastis, jadilah sektor pariwisata sebagai primadona masyarakat disusul dengan bekerja sebagai nelayan dikala tak ada cruise berkunjung.

                Beberapa hari menjalankan survey, beberapa tantangan pun mulai terasa, mulai dari akses listrik hanya pada jam 18.00-24.00, ketersediaan air yang sangat kurang, minimnya sayuran yang ada di desa, lingkungan yang kotor, dan banyak aspek lainnya. Bukan! Kami bukanlah anak manja dan kami tidak mengeluh akan semua ini! Karena bagaimanapun juga keadaan ini tak menghambat secara langsung pelaksanaan program kami.

Namun membayangkan anak-anak tumbuh dalam lingkungan dimana air sangat kurangjelas keadaan tubuh mereka kotor dan tidak sehat–, ditambah dengan minimnya ketersediaan panganmembuat mereka kekurangan asupan gizi dan vitamin–, juga bahkan harus tiap hari melihat kambing yang berkeliaran mencuri bahan makanan warga dan buang kotoran sembarangan, bahkan kawin di sembarang tempat juga, belum diperparah dengan minimnya arus informasi yang diterima anak-anak selain mata pelajaran dari sekolah –hanya mengandalkan TV yang hanya bisa menyala pada malam hari yang berarti mereka harus dibanjiri oleh tayangan tayangan sinetron dengan kategori Dewasa –. Meskipun demikian, setidaknya mereka mampu mendefinisikan kebahagian lebih baik dari kami yang masih terus berusaha mengejar sebuah pengakuan untuk bahagia :)

Dapatkah kalian membayangkan apa jadinya anak-anak itu jika tiap harinya dibanjiri tayangan sinetron cinta-cintaan yang tidak jelas aspek mendidiknya dimana?

***

Hami Ata Komodo! Kami adalah Warga Komodo!

Dibalik keterbatasan-keterbatasan yang ada, sungguh Desa Komodo mengajarkan banyak hal kepada kami. Tidak, ini bukan tentang mengajari bagaimana cara menikmati lagu yang sama selalu diputar berulang kali oleh tetangga kami keras-keras pada malam hari, bukan juga tentang bagaimana menikmati buah bidara yang entah tak pernah ada yang berasa manis, bukan juga tentang bagaimana cara naik kano, apalagi tentang bagaimana cara mengatasi panas yang menyengat dikala siang hari saat melaksanakan program. Ini semua tentang bagaimana Desa Komodo setidaknya mampu memberikan Life Lesson yang sangat berarti dalam hidup kami.

Life lesson yang sangat berharga mengenai bagaimana kami harus bertahan hidup dengan keadaan serba terbatas, menghargai perbedaan, mengenal dan menerapkan toleransi, bagaimana cara bermasyarakat pada kondisi dimana warga ter-kotak-kotak-an karena kondisi politik kepentingan, hingga pelajaran bagaimana proses pertukangan yang baik dan benar.

Dalam salah satu proses pembuatan program yakni pembuatan Mading Informasi, kami menyambungkan kayu yang kemudian akan dijadikan papan, terjadi sekiranya percakapan berikut.

“Wah mas, bukan begitu cara menyambung papannya” ujar seorang warga usai solat dzuhur.
“Loh seperti apa caranya pak? Bukannya seperti ini lebih kuat?” merasa benar kami pun menanggapi.
“Seperti ini jauh lebih kuat” beliau pun memberi contoh.
“Astaga benar pak! Maaf hal-hal seperti ini tidak kami pelajari di kuliah” dengan canda tawa dari kami.
“Tidak apa-apa mas, biarlah kami yang menguasai hal tukang-menukang ini, mas biarlah nanti yang membuat pesawat” beliau pun memberi tanggapan dengan muka serius.

Sungguh menusuk hati, bagaimana kami terkadang sok pintar dan sok benar tanpa mendengar apa pendapat warga. Kami pun sadar, seharusnya perlu ada pembekalan lebih bagaimana hidup bermasyarakat.



Kami sadar KKN bukanlah tentang prasyarat lulus sebagai mahasiswa UGM,
Bukan juga hanya sekedar program pemberdayaan masyarakat (apalagi mahasiswa),
Namun KKN merupakan ajang untuk memanusiakan mahasiswa yang kini terpaksa menjadi robot karena tuntutan lulus cepat oleh lingkungan, perusahaan, maupun oknum oknum di kampus.
Sadarlah, bahwa semua ini berujung pada satu hal.
Hidup ini mengenai seberapa manfaat yang dapat kamu berikan pada khalayak luas.
Layaknya semboyan PALAPA PPSMB UGM 2013,

PALAPA!

BAKTI UNTUK NEGERI, UGM BERSATU, BANGKITLAH INDONESIAKU!


You May Also Like

0 comments