Sebuah refleksi diri: Berhenti, Berarti Mati Bukan?

by - January 07, 2015

Hai! Its been almost 2 months i havent post anything, but still im takin a look at my blog once a week. It is Wednesday, and its been a .... dunno what to be called, a strange day may describe it well.

Saya bertanya pada diri ini, apa yang membuat hari ini begitu sangat hampa. 

Apakah ujian? 
Tidak, saya tak pernah mengeluh sesusah apapun ujian itu. Sesulit apapun ujian itu, saya tau saya tidak bisa ya karena saya tidak belajar dengan baik dan tepat. Saya tidak mendapat nilai maksimal karena saya tidak teliti dan tentu saya tidak mendapat kesempatan mendapat nilai sempurna ataupun jelek sekalipun, pasti itu semua atas ijinNya.

Lantas apakah karena Evaluasi? 
Memang lagi hectic-hecticnya mengenai evaluasi. Apa yang telah saya perbuat selama hampir satu semester ini, sejauh apa progress saya, apakah goal saya mulai secara perlahan dijangkau. Namun jawabannya adalah Entah. jika memang ini alasannya, tentu saya akan selalu memikirkannya, namun hari ini saya rasa bukan karenanya.

Atau jangan jangan karena saya yang mulai menjauh dariNya? 
Entah saya tidak tau apakah memang ini jawabannya, namun akhir-akhir ini saya sedang menggiatkan apa apa yang dulu telah terlewat. Semoga bukan ini penyebabnya.

Apa karena ospek?
Dulu dari awal masuk asrama, dipadatkan dengan kegiatan kepanitiaan menyambut mahasiswa baru. Harus berpikir terus menerus bagaimana biar ABCD dan seterusnya. Harus juga berpikir jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dari Plan 1 2 3 dan seterusnya hingga membuat hati awalnya lelah dan ingin menyerah. Hingga tiap awal menetap, yang tersisa tiap pulang hanyalah muka lelah makin kucek dan rambut tak berbentuk. Tiap orang pasti berpikir saya ada masalah besar. Saya mengakui telah melakukan sesuatu yang tetap saya yakini adalah sesuatu yang benar, namun dengan cara yang kurang tepat. Namun saya tau apa yang harus saya perbuat dan bukan ini asal muasal kegundahan hari ini.

Apa karena kegiatan KM/HM J?
Entah juga. Saya coba tuntaskan apa yang menjadi goal saya, dan Alhamdulillah tercapai. Satu per satupun amanah yang diemban saya tuntaskan, entah dengan baik atau buruk. Setidaknya selesai dan tidak ada pihak dari kemahasiswaan yang protes akan hal ini. Dan saya bersyukur Alhamdulillah. Lantas apa karena saya keluar secara sepihak yang menjadi alasan semua ini? Memang berat untuk meninggalkan keluarga, terutama dari kepanitiaan sebelumnya serasa sudah seperti keluarga, namun hal ini harus tetap diambil mempertimbangkan metodologi yang saya pegang dan yang ada dilapangan berbeda. Mungkin ini yang mengakibatkan saya jauh lebih pasif selama lebih dari sebulan ini. Namun tetap, ini bukanlah penyebab kegundahan hari ini.

Terpikirkan juga, apakah karena akhirnya secara perlahan amanah yang saya emban perlahan dituntaskan?
Akhir-akhir ini memang terasa seperti lebih kosong karenanya. Satu persatu amanah telah dituntaskan, semua yang berurusan dengan KM/HM J saya coba tuntaskan hingga 1 hal yang tersisa yang InsyaAllah akan dituntaskan setelah liburan semester. Amanah di organisasi tingkat kampus atau fakultas? Saya telah mencoba menyelesaikannya meskipun cenderung tidak aktif pasca acara dan penyusunan acara pengganti acara utama bagi yang tidak dapat hadir. Setelah itu, saya bersyukur tidak diberi amanah untuk memegang jabatan apapun, karena dengan masa-masa yang dituntut untuk konsentrasi, sekarang saya sedang gundah. Tak terbayang akan jadi apa jika saya diberi amanah memegang suatu jabatan.

Mungkin semua ini karena tiba tiba saya terpikir bahwa jangan-jangan diri ini sebenarnya benar-benar belum siap untuk berkontribusi di organisasi atau di masyarakat?
Karena setiap saya berusaha untuk melakukan hal ini, selalu ada tantangan yang dihadapkannya yang terkesan secara terus-menerus ada. 

Memang ini merupakan hal yang pertama saya di sini memegang amanah jadi ketua sebuah kepanitiaan, namun, apa setiap kepanitiaan yang saya ada didalamnya selalu ada masalah? Apakah benar saya adalah seorang troublemaker? Apa jangan jangan sebenarnya semua masalah itu ada karena ada saya? Apakah tujuan saya seburuk itu? Atau hanya cara saya mewujudkan tujuan itu begitu kotor dan keji? Mungkin tingkah laku saya? Tutur kata saya?

Terus terpikirkan, hingga teringat suatu sticker dari sebuah kelompok,

"Jika engkau tidak tau apa yang kau ucapkan, maka Diam adalah pilihan terbaik" (KIP 3, 2015)

Sempat mendapatkan kritikan, yakni saya terkadang mengatakan hal tanpa dipikir berulang ulang yang menyakiti hati orang lain. Maka untuk menghindari hal hal seperti ini. Daripada harus membuat orang lain lebih sakit atau bahkan membuat organisasi jatuh, mungkin diam adalah pilihannya. Memilih diam dan mengamati sejenak mungkin adalah jawabannya. Memilih diam, dan merefleksikan diri mungkin adalah yang terbaik.

Teringat bahwa ada chat dari salah satu grup berisi (thanks to mba Isti),

Dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah berkata:
"Jalan menuju Allah adalah jalan dimana;
Adam kelelahan...
Nuh mengeluh...
Ibrahim dilempar ke dalam api...
Ismail dibentangkan untuk disembelih...
Yusuf dijual dengan harga murah & dipenjara selama beberapa tahun...
Zakaria digergaji...
Yahya disembelih...
Ayub menderita penyakit...
Daud menangis melebihi kadar semestinya...
Isa berjalan sendirian...
dan Muhammad shallallahu alaihimussallam mendapatkan kefakiran & berbagai gangguan...
Sementara kalian ingin menempuhnya dengan bersantai ria & bermain-main?
Demi Allah itu tak akan terjadi"
(Al-Fawaid)


Terus menerus saya mencoba menampar diri dan sadar atas hal bodoh yang saat ini sedang dirasa. Lantas apa saya akan menyerah dan tenggelam pada duka secara terus menerus? Lantas apakah dengan saya terus menerus juga sedih akan kehilangan dia juga akan membawa ia kembali?

Saya serahkan kembali kepadaMu. Ingin segera malam ini terlalui. Ingin segera kutumpahkan segala gundah-gulana ini kepadaMu, ya Allah. Semoga 2/3 malam ini dapat memberikan kekuatan pada diri ini. Semoga apa yang saya takutkan adalah berupa pengingat untuk menuju lebih baik, bukan untuk menyerah dan pasrah oleh keputusasaan dan berhenti ditempat. Karena bagi saya, berhenti adalah mati. 
Good night,


07 Januari 2015,




Arief Rahman Hakim

You May Also Like

2 comments

  1. Terkadang ketika kita sedang menempuh sebuah perjalanan panjang, diri ini butuh berhenti,
    Ya berhenti sejenak...
    Bukan untuk mundur.. Bukan untuk menyerah,
    Tapi berhenti sejenak, melihat ke belakang...
    Sudah seberapa panjang jalan yang telah dilalui,
    Ada rasa syukur dan bahagia disana...
    Juga ada penyesalan,
    atas kesalahan dan kecerobohan yang pernah dilakukan,
    Tapi tidak untuk meratapi, melainkan mengambil pelajaran darinya...
    Lalu kembali melihat ke depan,
    Jalan masih panjang,
    Tantangan dan rintangan baru siap menghampiri...
    Kuatkan tekad, luruskan niat,
    Hingga diri ini siap untuk kembali melangkah...
    Dengan langkah yang lebih mantap dan penuh keyakinan
    Untuk menuju-Nya :)

    ReplyDelete
  2. Ya, sebuah perjalanan panjang. Dimana berhenti merupakan suatu keharusan.
    Apa yang telah dilalui
    Apa yang telah terlewati
    Kecerobohan apa yang telah terjadi
    Kata apa yang telah terucap

    Mungkin saya masih seperti kehilangan kendali atas diri saya sendiri, mungkin, tepatnya saya seperti menghancurkan diri sendiri. Tak sesuai dengan ekspetasi orang lain.

    ATAU MUNGKIN

    Memang metodologi saya salah, mungkin, kalian adalah trigger momentum.
    Momentum tepat untuk membuat saya belajar bagaimana menjadi orang baik,
    Momentum tepat untuk membuat saya belajar bagaimana menjadi Arief seutuhnya.
    Terima kasih Suci :)

    ReplyDelete