Idul Adha 1438 H: Mari berbagi, berbagi lagi, dan terus berbagi

by - September 02, 2017

Alhamdulillah masuk ke tahun 1438 Hijriah,


Berbeda dengan lebaran Idul Adha biasanya, kali ini saya hanya terbenam di kos saja.

Tensi terendah yang pernah tercatat hingga kini
Pada malam H-1 lebaran, entah mengapa setelah mendapat broadcast mengenai kebutuhan golongan darah B, meski saya O, saya terpikirkan untuk donor darah. Setelah diitung-itung sih, memang udah waktunya donor. Oh ya, saya memang tidak punya kartu donor, karena khawatir menuh-menuhin dompet. Akhirnya berangkat lah ke RSUD Sardjito. Sampai disana, setelah penantian yang cukup panjang, untuk HB saya masih memenuhi, tapi pas di tensi, ternyata tensi atas saya cukup rendah. Dapat dikatakan, ini tensi terendah saya seingat saya. Cuma 90 kurang yang dari normalnya 110 atau 120an. Dari sana, mba nya justru sangat khawatir.
Mba nya sempat menanyakan apakah saya pusing dan normalnya tensi atasnya berapa. Akhirnya dari sana, meskipun saya tidak pusing, namun saya baru tersadar bahwa badan saya cukup lemas. Dasar kebiasaan buruk. Karenanya, hati-hati bagi yang memisahkan pikiran (mind) dengan fisiknya (physical body). Akhir-akhir ini memang dapat dikatakan sangat-sangat sibuk dan banyak deadline menanti. Karena mendengar nasihat dari mba nya dan dari Kak Anita juga, akhirnya saya mengambil keputusan untuk mengcancel seluruh rencana saya saat lebaran diganti ke istirahat saja.

Memang, ada berbagai tawaran dari A, B, dan C. Awalnya saya mengambil keputusan untuk bebantu dengan adik-adik Nakula 8 bersama beberapa Nakula 7 lainnya di asrama. Namun karena keadaan seperti itu akhirnya hingga kini, saya mendapati diri saya hanya beristirahat di kosan.
Mungkin bahasa kerennya adalah, memberikan hak tubuh untuk istirahat

Oh ya, dari dulu jaman asrama tahun pertama, selalu iri dengan teman-teman yang bisa menyisihkan uang sakunya tiap hari demi kurban. Ada juga yang dari bisnis kecil-kecilan, bahkan ada yang dari usaha ngasdos sana sini, proyek sana sini, akhirnya bisa menyisihkan uangnya. Setelah dipikir-pikir, bener juga kata ustadz-ustadz yang pernah ngisi di asrama dulu, jika kita mampu menyisihkan setidaknya 5 ribu dalam sehari, maka itu udah dapet 1,8 juta. Udah bisa kebeli minimal kambing dengan bobot sekitar 17-20 kg.

Beliau selalu menekankan,
Jika memang sudah diniatkan untuk berkurban, Insyaa Allah, Allah akan memberikan jalan.

Dari berbagai kondisi, memang saya gagal untuk menyisihkan uang saku untuk sekedar berkurban. Seiring waktu berjalan mendekati lebaran, sejujurnya masih belum ada gambaran bagaimana biar bisa kurban. Alhamdulillah, di masa-masa mendekati lebaran, Allah menjawabnya. Entah dari mana itu asalnya, Ia memberikan jalan,

So, despite of  this condition, Alhamdulillah, tahun ini dapat melakukan kurban mandiri beneran :")(hasil pendapatan sendiri)

si embe, akhirnya kesampean juga :")
***


Oh ya,
Banyak yang memang bilang, 

wah, semakin kita bertambah umur, kok lebarannya jadi biasa-biasa aja ya,,,

Setelah dipikir-pikir dalam beberapa hari ini saya tersadar bahwa,

bukan lebarannya yang berkurang esensinya
namun kita, manusia, yang gagal dalam memahami esensi dari lebaran itu sendiri
kita, manusia, yang justru tenggelam dalam penyempitan esensi lebaran itu sendiri
kita, manusia, yang salah mendefinisikan esensi lebaran itu sendiri,
kita, manusia, yang akhirnya hanya tenggelam dalam definisi 'lebaran sebatas formalitas saja'
Karenanya, mari buka hati kita
Mari definisikan lebaran dengan benar


Juga,
Seperti yang Ibu pernah bilang,
Jangan pernah memonopoli kebahagiaan

Mari berbagi, berbagi lagi, dan terus berbagi
Karena sejatinya, dari harta yang kita miliki, ada hak-hak orang lain disana
Yuk berkurban! :)

You May Also Like

0 comments